Selasa, 06 Januari 2015

Ketika Keberadaan Uang Menentukan Kasta


Definisi Uang menurut wikipedia.org adalah Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum.

Keberadaan lembaran kertas ini sering membuat ricuh masyarakat, banyak yang kini sudah menuhankan uang, karena ada statement yang menyatakan Uang Bukan Segalanya, Tapi Segalanya Butuh Uang. Tanpa melepaskan rasa munafik yang memang sudah menjadi sifat dasar sebagian besar manusia modern, kita akan mengukur derajat kesuksesan dan kekayaan seseorang dari sisi finansialnya.

Oleh karena itu, sering kita melihat bahwa pekerjaan sudah tidak lagi menjadi karena keinginan luhur membantu seseorang tetapi karena timbal balik berupa uang. Agak sulit memang bila kita mengesampingkan hal itu, karena kembali ke statement tadi yaitu segalanya butuh uang.

Contoh dasar tersebut dapat kita lihat pada post saya sebelumnya mengenai warkop dan warnet, untuk mereka orang-orang ber-uang mereka akan memilih tempat yang mengutamakan kenyamanan, sedangkan yang kurang secara keuangan akan mengutamakan keterjangkauan harga.

Nah, dari kedua hal tersebut akan tercipta pen-stratifikasian / pengkastaan secara tidak langsung, yaitu orang kaya dan orang tidak kaya. Antara menikmati secangkir kopi di Starb*** dan menikmati kopi di warkop.

Kemudian, pengkastaan tersebut membuat hampir seluruh elemen memisahkan keutamaan yang mampu dan mengesampingkan yang kurang mampu. Sebagai contoh lagi adalah pada dunia pendidikan, orang-orang yang mampu secara finansial akan menyekolahkan anaknya pada sekolah yang dapat dikatakan mahal walaupun memang sebanding dengan kualitasnya, sedangkan yang kurang mampu akan sebisa mungkin menyekolahkan anaknya pada sekolah yang bertarif mendekati gratis. Hal tersebut dapat menyebabkan ketidakrataan pada sektor pendidikan. 

Pada hal lain, pengkastaan itu membuat adanya julukan si kaya dan si miskin yang membuat si kaya tinggi hati dan si miskin rendah diri. Memang tidak bisa dipungkiri, karena masyarakat harus hidup dalam kondisi dinamis seperti itu. Namun, sering kita jumpai beberapa anekdot yang notabene cukup menyakiti beberapa pihak, yaitu Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.

Apa yang dapat kita lakukan? Akankan keadaan gep (jarak) antara si kaya dan si miskin semakin renggang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar